Senin, 30 Juni 2014

Batalkah Puasa Apabila Menyelam,Kentut Di Dalam Air, Mengorek Telinga Dan Hidung?


Batalkah Puasa Apabila Menyelam,Kentut Di Dalam Air, Mengorek Telinga Dan Hidung? 



ketika saya masih kanak - kanak , saya tinggal di sebuah kampung, nah di kampung saya mempunyai kebiasaan mandi di sungnai yang dalamnya sedada orang dewasa..

nah ketika bulan puasa tiba, orang orang  di kampung saya selalu mengingatkan untuk berhati-hati agar tidak kentut di dalam air, karena itu menurut mereka dapat membatalkan puasa. nah karena itu setiap saya sedang mandi terus kepengen kentut saya selalu naik ke daratan karena saya tidak mau puasanya jadi batal. selain itu saya juga tidak diperbolehkan untuk menyelam karena dikhawatirkan air akan masuk lewat lubang telinga.

selain kedua masalah diatas, saya juga dilarang untuk mengorek kuping dan ngupil. saat saya masih SD hal hal itu selalu saya hindari lantaran takur puasanya batal. 

saat saya mulai dewasa  saya baru tahu  ternyata hal hal tersebut itu tidak benar adanya.
Memang ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa batal puasa seseorang apabila ia mengeluarkan angin (kentut) didalam air, sebab di hawatirkan air akan masuk lewat dubur kita saat kita kentut. Ada pula yang berkata batal puasa seseorang apabila menyelam kedalam air sebab dihawatirkan air akan masuk melaui lobang telinga hidung, dan lobang-lobang lainya, ada pula yang berkata batal puasa orang yang mengorek-ngorek telinga atau hidung saat berpuasa

Menurut sebagian ulama lagi pendapat-pendapat diatas ternyata tak berdalil baik dalam alquran maupun hadist yang sahih.
Selain itu tidak ada seorangpun yang bisa membuktikan bahwa ketika kita kentut di dalam air, akan menyebabkan air masuk melaui dubur kita.
Jadi kesimpulanya karena tidak ada dalil ditemukan mengenai yang saya sebutkan diatas, sebagian besar ulama berbendapat bahwa, Menyelam dalam air, kentut di dalam air, mengorek kuping atau hidung, semuanya itu tidak membatalkan puasa.

Benarkah ngupil membatalkan puasa ?



Ngupil Puasa Batal Atau Tidak Menurut Islam ?

apakah mengupil dapat membatalkan puasa ? itukah yang menjadi pertanyaan sobat ? nah kali ini akan saya ulas sedikit yaaa..Memang ada beberapa larangan yang menjelaskan bahwa saat kita menjalankan ibadah puasa dilarang untuk memasukkan sesuatu kedalam lubang pada banagian tubuh namun pengertian seperti ini lebih mengarah kepada halnya seperti bersenggama (Zina, Nafsu) dll.

Hal yang membatalkan puasa hanyalah empat yang disepakati ulama, yaitu makan (minum) sengaja, mengeluarkan air mani secara sengaja (istimna’- onani-masturbasi), hubungan suami isteri, dan muntah disengaja, sama halnya seperti artikel dibagian atas tidak ada yang menjelaskan bahwa mengupil membatalkan puasa.

Adapun hadits yang menyebutkan benda masuk ke lubang tubuh maka puasa menjadi batal adalah dhaif. Ada riwayat, “Sesungguhnya berbuka (batal puasa) adalah karena sesuatu yang masuk bukan karena sesuatu yang keluar.” (HR. Abu Ya’la) mungkin hadits inilah yang membuat orang menilai batal membersihkan dalamnya hidung (ngupil), telinga, dan buang angin di air.

Pada dasarnya Mengupil adalah mengeluarkan kotoran bukan memasukan kotoran pada tubuh, sama halnya dengan kita membuang air besar dan air kecil, itu adalah proses mengeluarkan, Jadi Jelas bahwa Ngupil tidak membatalkan puasa.

Jika ditanya lalu bagaimana dengan suntikan atau infus dan semua semakna yang menggantikan makanan  ?

Hal itu berbeda dengan suntikan biasa yang tidak menggantikan makan dan minum tidaklah membatalkan puasa, karena bukan merupakan makan dan minum dan tidak pula sama dengan makan dan minum.
(’Haqiqatush Shiyam’ hlm 55, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ‘Majalis Syahr Ramadhan’ hlm 102-103, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin).

Kenapa Infus dan Suntikan Tidak Membatalkan Puasa ?
Dia tidak masuk melalui jalur normal; mulut, kerongkongan, dan lambung.
Walau dia dianggap makanan, orang yang merasakannya tidak merasa demikian ('kan gak ada orang diinfus merasa kekenyangan)
Jika infus bisa membawa tenaga dan menyegarkan, maka itu pun bukan alasan mengatakan batal. sebab, mandi dan tidur pun bisa mendatangkan tenaga dan kesegaran bagi orang berpuasa, padahal mandi dan tidur tidaklah membatalkan puasa.

Referensi Artikel : Abuhudzaifi

Sabtu, 21 Juni 2014

PERINTAH UNTUK MENUTUP AURAT BAGI WANITA


PERINTAH UNTUK MENUTUP AURAT BAGI WANITA

Ada satu peribahasa pendek, sederhana, tetapi dalam artinya, yang berbunyi sebagai berikut: “Tak Kenal Maka Tak Sayang” Sesuai dengan peribahasa diatas, ada satu perintah Allah yang penting yang hampir tak dikenal atau dianggap enteng oleh umat Islam, yaitu keharusan wanita memakai kerudung kepala.
Keharusan kaum wanita memakai kerudung kepala tertera dalam surat An Nur ayat 31 yang cukup panjang, yang penulis kutip satu baris saja, yang berbunyi sebagai berikut. : “Katakanlah kepada wanita yang beriman… … … . . Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung kepalanya sampai kedadanya”… … . .
Dan seperti yang tercantum dalam surat Al Ahzab ayat 59 yang artinya sebagai berikut. : “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isteri engkau, anak-anak perempuan engkau dan isteri-isteri orang mu’min, supaya mereka menutup kepala dan badan mereka dengan jilbabnya supaya mereka dapat dikenal orang, maka tentulah mereka tidak diganggu (disakiti) oleh laki-laki yang jahat. Allah pengampun lagi pengasih”.
Perintah Allah diatas adalah jelas dan tegas yang wajib hukumnya bagi kaum wanita sebagaimana dinyatakan Allah pada pembukaan surat An Nur yaitu : “Inilah satu surah yang Kami turunkan kepada rasul dan Kami wajibkan menjalankan hukum-hukum syariat yang tersebut didalamnya. Dan Kami turunkan pula didalamnya keterangan-keterangan yang jelas, semoga kamu dapat mengingatnya”.
Dari bunyi ayat diatas jelaslah wanita yang tidak memakai kerudung telah melakukan dosa yang besar karena ingkar kepada hukum syariat Islam yang diwajibkan oleh Allah.
Perintah Allah diatas ditegaskan lagi oleh Nabi Muhammad S.A.W. dalam hadist beliau yang artinya : “Wahai Asma! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah cukup umur, tidak boleh dilihat seluruh anggota tubuhnya, kecuali ini dan ini, sambil rasulullah menunjuk muka dan kedua tapak tangannya”.
Sekarang kalau kita keliling diseluruh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei, sedikit sekali kaum wanita Islam yang memakai kerudung kepala, umumnya hanya anak-anak gadis pesantren. Jumlah kaum wanita yang memakai kerudung kepala bisa dihitung dengan jari, tidak ada artinya dari jumlah penduduk Islam yang lebih kurang 180 juta.
Kalau begitu gambarannya, banyak sekali kaum wanita yang masuk neraka, cocok sekali dengan bunyi hadits dibawah ini, yang artinya sebagai berikut. : “Saya berdiri dimuka pintu soranga, tiba-tiba umumnya yang masuk ke soranga orang-orang miskin, sedangkan orang yang kaya-kaya masih tertahan, hanya saja bahagian mereka telah diperintahkan masuk neraka, dan aku berdiri di pintu neraka maka kebanyakan yang masuk neraka wanita.
Banyak kaum wanita yang masuk neraka, semata-mata karena didalam hidupnya tak mau memakai kerudung kepala atau Jilbab, didalam neraka akan mendapat siksaan yang berat sekali sebagai mana diceritakan Nabi Muhammad dalam hadits beliau yang artinya sebagai berikut. ; “Wanita yang akan digantung dengan rambutnya, sampai mendidih otak dikepalanya didalam neraka, ialah wanita-wanita yang memperlihatkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya” Hadits diatas adalah bahagian akhir dari hadits nabi Muhammad yang cukup panjang, yang menceritakan berbagai macam siksa neraka yang diperlihatkan Allah waktu beliau pergi mikraj. Waktu beliau menceritakan nasib kaum wanita yang berat siksanya didalam neraka karena tak mau memakai kerudung kepala atau jilbab didalam hidupnya, beliau meneteskan air mata.
Begitulah Nabi Muhammad S.A.W. menangisi nasib kaum wanita dari ummatnya nanti di akherat, tetapi sekarang kalau kaum wanita Islam disuruh memakai kerudung kepala, banyak alasannya ada yang mengatakan fanatika agama, sudah kuno tidak cocok dengan zaman, panas dan lain sebagainya. Sikap kaum wanita di zaman sekarang sungguh bertolak belakang dengan sikap kaum wanita di zaman dahulu diwaktu ayat kerudung kepala itu turun, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah, istri Nabi Muhammad S.A.W. berikut ini : “telah berkata Aisyah : Mudah-mudahan Allah memberi rahmat atas perempuan-perempuan Muhajirat yang dahulu. Diwaktu Allah menurunkan ayat kerudung itu, mereka koyak kain-kain berlukis mereka yang belum dijahit, lalu mreka jadikan kerudung”.
Sikap wanita Islam di Medinah pada waktu turunnya ayat kerudung itu, betul-betul cocok dengan seorang pribadi beriman, sebagai yang digambarkan Allah didalam Al Qur’an, yaitu jika mereka mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, mereka lalu berkata :”Kami mendengar dan kami patuh”.
Tetapi sekarang sikap sebagian wanita Islam, jika dibacakan ayat mengenai keharusan memamakai Jilbab, mereka berkata :”Kami mendengar tetapi kami ingkar. ” Kalau begitu sikap kaum wanita Islam terhadap ayat Jilbab ini, betul tidak cocok dengan pengakuannya kepada Allah didalam shalat yang berbunyi sebagai berikut:
“La syarikallahu wabidzalika ummirtu wa anna minal muslimin. ” Yang artinya “Tiada syarikat bagi Engkau dan aku mengaku seorang muslimah”
Seorang wanita yang mengaku dirinya seorang muslimah, yaitu tunduk dan patuh kepada seluruh perintah Allah, harus berpakaian muslimah didalam hidupnya, yaitu terdiri dari jilbab dan pakaian yang menutup seluruh anggota tubuhnya, berlengan panjang sampai pergelangan tangannya dan memakai rok yang menutup sampai mata kakinya. Kalau mereka tidak berpakaian seperti diatas, mereka bukan disebut wanita muslimah. Jadi pengakuannya didalam shalat yang berbunyi :”Aku mengaku seorang muslimah” adalah kosong, dusta kepada Allah.
Seseorang yang bersumpah palsu saja dimuka pengadilan adalah berat hukumannya, apalagi seseorang yang berjanji palsu dihadapan Allah, tentu berat hukumannya didalam neraka, yaitu sampai digantung dengan rambutnya hingga mendidih otaknya.
Kaum wanita menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil yang tertutup dengan pahala yang banyak dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan. Ini adalah cara berpikir yang salah harus diluruskan. Kaum wanita yang tak memakai jilbab, tidak saja telah berdosa besar kepada Allah, tetapi telah hapus seluruh pahala amal ibadahnya sebagai bunyi surat Al Maidah ayat 5 baris terakhir yang artinya :”… . . Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan diakhirat dia termasuk orang-orang yang merugi

Minggu, 15 Juni 2014

Bagaimanakah Memilih Teman yang Baik?


Bagaimanakah Memilih Teman yang Baik?

Nasehat buat Muslimah
Nasehat Bakr bin Abdullah Abu Zaid, ketika baliau berkata,” Hati-hatilah dari teman yang jelek …!, karena sesungguhnya tabiat itu suka meniru ! .. Maka hati-hatilah bergaul dengan orang. Baca Selengkapnya.
Lihatlah, Siapa Temanmu…!
Apabila engkau berada di tengah-tengah suatu kaum maka pililhlah orang-orang yang balk sebagai sahabat, dan janganlah engkau bersahabat dengan orang-orang jahat sehingga engkau akan binasa bersamanya
Wanita adalah bagian dari kehidupan manusia, sehingga dia tak akan pernah lepas dari pola interaksi dengan sesama. Terlebih dominasi perasaan yang melekat pada dirinya, membuat dia butuh teman tempat mengadu, tempat bertukar pikiran dan bermusyawarah. Berbagai problem hidup yang dialami menjadikan dia berfikir bahwa, meminta pendapat, saran dan nasehat teman adalah suatu hal yang perlu. Maka teman sangat vital bagi kehidupannya, siapa sih yang tidak butuh teman dalam hidup ini..?.
Namun wanita muslimah adalah wanita yang dipupuk dengan keimanan dan dididik dengan pola interaksi Islami. Maka pandangan Islam dalam memilih teman adalah barometernya, karena dirinya sadar, teman yang baik (shalihah) memiliki pengaruh besar dalam menjaga keistiqomahan agamanya. Selain itu teman shalihah adalah sebenar-benar teman yang akan membawa mashlahat dan manfaat. Maka dalam pergaulannya dia akan memilih teman yang baik dan shalihah, yang benar-benar memberikan kecintaan yang tulus, selalu memberi nasihat, tidak curang dan menunjukan kebaikan. Karena bergaul dengan wanita-wanita shalihah dan menjadikannya sebagai teman selalu mendatangkan manfaat dan pahala yang besar, juga akan membuka hati untuk menerima kebenaran. maka kebanyakan teman akan jadi teladan bagi temannya yang lain dalam akhlak dan tingkah lake. Seperti ungkapan “Janganlah kau tanyakan seseorang pada orangnya, tapi tanyakan pada temannya. karena setiap orang mengikuti temannya“.
Bertolak dari sinilah maka wanita muslimah senantiasa dituntut untuk dapat memilih teman, juga lingkungan pergaulan yang tak akan menambah dirinya melainkan ketakwaan dan keluhuran jiwa. Sesungguhnya Rasulullah juga telah menganjurkan untuk memilih teman yang baik (shalihah) dan berhati-hati dari teman yang jelek.
Hal ini telah dimisalkan oleh Rasulullah melalui ungkapannya:
Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau menibeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harmznya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap“. (Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)
Dari petunjuk agamanya, wanita muslimah akan mengetahui bahwa teman itu ada dua macam. Pertama, teman yang shalihah, dia laksana pembawa minyak wangi yang menyebarkan aroma harum dan wewangian. Kedua teman yang jelek laksana peniup api pandai besi, orang yang disisinya akan terkena asap, percikan api atau sesak nafas, karena bau yang tak enak.
Maka alangkah bagusnya nasehat Bakr bin Abdullah Abu Zaid, ketika baliau berkata,” Hati-hatilah dari teman yang jelek …!, karena sesungguhnya tabiat itu suka meniru, dan manusia seperti serombongan burung yang mereka diberi naluri untuk meniru dengan yang lainnya. Maka hati-hatilah bergaul dengan orang yang seperti itu, karena dia akan celaka, hati- hatilah karena usaha preventif lebih mudah dari pada mengobati “.
Maka pandai-pandailah dalam memilih teman, carilah orang yang bisa membantumu untuk mencapai apa yang engkau cari . Dan bisa mendekatkan diri pada Rabbmu, bisa memberikan saran dan petunjuk untuk mencapai tujuan muliamu.
Maka perhatikanlah dengan detail teman-temanmu itu, karena teman ada bermacam-macam
1.ada teman yang bisa memberikan manfaat
2.ada teman yang bisa memberikan kesenangan (kelezatan)
3.dan ada yang bisa memberikan keutamaan.
Adapun dua jenis yang pertama itu rapuh dan mudah terputus karena terputus sebab-sebabnya. Adapun jenis ketiga, maka itulah yang dimaksud persahabatan sejati. Adanya interaksi timbal balik karena kokohnya keutamaan masing-masing keduanya. Namun jenis ini pula yang sulit dicari. (Hilyah Tholabul ‘ilmi, Bakr Abdullah Abu Zaid halarnan 47-48)
Memang tidak akan pernah lepas dari benak hati wanita muslimah yang benar-benar sadar pada saat memilih teman, bahwa manusia itu seperti barang tambang, ada kualitasnya bagus dan ada yang jelek. Demikian halnya manusia, seperti dijelaskan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam :
” Manusia itu adalah barang tambang seperti emas dan perak, yang paling baik diantara mereka pada zaman jahiliyyah adalah yang paling baik pada zaman Islam jika mereka mengerti. Dan ruh-ruh itu seperti pasukan tentara yang dikerahkan, yang saling kenal akan akrab dan yang tidak dikenal akan dijauhi ” (Riwayat Muslim)
Wanita muslimah yang jujur hanya akan sejalan dengan wanita-wanita shalihah, bertakwa dan berakhlak mulia, sehingga tidak dengan setiap orang dan sembarang orang dia berteman, tetapi dia memilih dan melihat siapa temannya. Walaupun memang, jika kita mencari atau memilih teman yang benar-benar bersih sama sekali dari aib, tentu kita tidak akan mendapatkannya. Namun, seandainya kebaikannya itu lebih banyak daripada sifat jeleknya, itu sudah mencukupi.
Maka Syaikh Ahmad bin ‘Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi atau terkenal dengan nama Ibnu Qudamah AlMaqdisi memberikan nasehatnya juga dalam memilih teman: “Ketahuilah, bahwasannya tidak dibenarkan seseorang mengambil setiap orang jadi sahabatnya, tetapi dia harus mampu memilih kriteria-kriteria orang yang dijadikannya teman, baik dari segi sifat-sifatnya, perangai-perangainya atau lainnya yang bisa menimbulkan gairah berteman sesuai pula dengan manfaat yang bisa diperoleh dari persahabatan tersebut itu. Ada manusia yang berteman karena tendensi dunia, seperti karena harta, kedudukan atau sekedar senang melihat-lihat dan bisa ngobrol saja, tetapi itu bukan tujuan kita.
Ada pula orang yang berteman karena kepentingan Dien (agama), dalarn hal inipun ada yang karena ingin mengambil faidah dari ilmu dan amalnya, karena kemuliaannya atau karena mengharap pertolongan dalam berbagai kepentingannya. Tapi, kesimpulan dari semua itu orang yang diharapkan jadi teman hendaklah memenuhi lima kriteria berikut; Dia cerdas (berakal), berakhlak baik, tidak fasiq, bukan ahli bid’ah dan tidak rakus dunia. Mengapa harus demikian ?, karena kecerdasan adalah sebagai modal utama, tak ada kabaikan jika berteman dengan orang dungu, karena terkadang ia ingin menolongmu tapi malah mencelakakanmu. Adapun orang yang berakhlak baik, itu harus. Karena terkadang orang yang cerdaspun kalau sedang marah atau dikuasai emosi, dia akan menuruti hawa nafsunya. Maka tak baik pula berteman dengan orang cerdas tetapi tidak berahlak. Sedangkan orang fasiq, dia tidak punya rasa takut kepada Allah. Dan barang siapa tidak takut pada Allah, maka kamu tidak akan aman dari tipu daya dan kedengkiannya, Dia juga tidak dapat dipercaya. Kalau ahli bid’ah jika kita bergaul dengannya dikhawatirkan kita akan terpengaruh dengan jeleknya kebid’ahannya itu. (Mukhtasor Minhajul Qasidin, Ibnu Qudamah hal 99).
Maka wanita muslimah yang benar-benar sadar dan mendapat pancaran sinar agama, tidak akan merasa terhina akibat bergaul dengan wanita-wanita shalihah meskipun secara lahiriyah, status sosial clan tingkat materinya tidak setingkat. Yang menjadi patokan adalah substansi kepribadiannya dan bukan penampilan dan kekayaan atau lainnya. “Pergaulan anda dengan orang mulia menjadikan anda termasuk golongan mereka, karenanya janganlah engkau mau bersahabat dengan selain mereka“.
Oleh karena itu datang petunjuk Al Qur’an yang menyerukan hal itu :
Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya dipagi dan disenja hari dengan mengharap keridhoan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (Al-Kahfi:28)

Panduan memilih Pemimpin dalam pandangan islam


Panduan Memilih Pemimpin dalam Perspektif Islam



Mendekati pesta demokrasi, makin banyak tokoh merasa terkenal, pasang foto dimana-mana, merasa jadi sahabat semua kalangan, merasa mampu jadi pemimpin, dan sebagainya. Padahal sebagian besar, yaaa, tahu sendiri laah, cuma modal pepesan kosong. Rakyat pun makin bingung, siapa yang harus dipilih untuk mewakili suaranya di Senayan nanti. Memang sulit cari figur pemimpin atau wakil rakyat yang tepat sekarang ini, karena reputasi mereka susah diketahui kebenarannya. Kebanyakan sudah memiliki skuadpencitraan sendiri-sendiri sehingga mengaburkan fakta yang ada. Repot kan, belum jadi pemimpin saja sudah membohongi rakyat? Gimana kalo udah jadi pemimpin ntar???

Terkait dengan kepemimpinan, Islam menggunakan istilah 'waly' atau jamaknya 'awliya' yang bermakna pemimpin, pelindung, pengayom, kawan dekat. Lebih lanjut, bagi kita umat Islam, sebenarnya sudah ada panduan yang jelas dalam Al-Qur'an dan hadits mengenai kriteria seorang pemimpin, terlebih di negara kita yang mayoritas penduduknya muslim. Karena dalam Islam, memilih pemimpin juga merupakan bagian dalam kehidupan beragama. Logika sederhananya, kalau kita umat beragama, harusnya dipimpin oleh pemimpin yang beragama pula kan? Tentu utama yang baik agamanya dibandingkan dengan umat yang akan dipimpin nantinya agar bisa membawa umatnya menjadi lebih baik (dalam segala bidang tentunya).

Jangan sampai kita (umat Islam) salah memilih tokoh yang nantinya malah berdampak buruk bagi ummat. Memilih pemimpin bukanlah sekedar berdasarkan popularitasnya, sukunya, penampilannya, atau hal-hal duniawi lainnya. 

Dari beberapa ceramah yang penulis ikuti (termasuk dari Ustadz Daud Rasyid siang tadi di masjid kantor), ada beberapa kriteria penting bagi seorang tokoh untuk dijadikan pemimpin, yaitu:
  • Islam dan memiliki ilmu yang mumpuni dalam keislaman
  • mampu, dalam hal kualifikasi yang dibutuhkan dalam menjadi pemimpin
  • amanah dalam menjalankan tugasnya
 Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat An Nisa ayat 144:
http://www.quran4theworld.com/quran/quran_search/image/4/144.gif
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#sthash.1uyykwRH.dpuf
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#sthash.1uyykwRH.dpuf
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#sthash.1uyykwRH.dpuf
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#sthash.1uyykwRH.dpuf
    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?"

    Sementara bagi umat muslim, ada beberapa kriteria yang tidak boleh dipilih sebagai pemimpin dalam konteks apapun, yakni:
    • kafir, termasuk berbagai aliran sesat
    • muslim, namun memiliki ideologi sekuler, tidak memihak kepada kaum muslimin, apalagi yang jelas-jelas memihak kaum kafir
    Tentu sebagian masyarakat akan mengatakan bahwa hal ini rasis, tidak toleran, dan berbagai alasan lainnya yang membolehkan memilih pimpinan dari dua golongan tersebut. Namun, segala logika tadi, dibantah oleh Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 51 dan 57:
    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. "

     
    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman." 

    Oke, masih mau berargumen lagi setelah larangan yang sangat jelas dari Allah? Ditambah lagi, logikanya, ketika pemimpin itu berasal dari satu golongan, maka dia akan berusaha meningkatkan keuntungan bagi golongannya tersebut. Memberi kesempatan kaum kafir berkuasa, sama saja dengan berperan dalam mendorong kemunduran umat Islam. Dengan pimpinan yang nggak muslim, nggak akan ada lagi aturan halal-haram, terlebih jika penguasa itu di-back up oleh kaum kapitalis. Pikirannya cuma gimana caranya balik modal, nggak ada sedikitpun mikirin rakyat kecil.

    Mungkin masih akan ada yang berargumen bahwa terpaksa memilih pemimpin dari dua golongan tadi, mereka penguasa modal, berkuasa, dan mengancam, dan berbagai alasan lainnya. Silahkan saja, namun Allah pun telah memperingatkan kepada golongan seperti itu, dan memberi label munafik kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 52:
    "Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”.  Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka."
    Nah lo, mau mendapat label munafik?? Kalau mau, ya silahkan. yang jelas sih Allah sudah menjanjikan 'hadiah' bagi para orang munafik yang mengambil pemimpin dari golongan tadi. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 138-139:
     
    "Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah."


    Nah, dengan segala penjelasan yang sudah gamblang tersebut, maka sungguh tak pantas bagi kita kalau masih 'ngeyel' untuk tidak memilih -bahkan mencemooh- pimpinan dari golongan kita sendiri. Pilihlah muslim yang taat, cakap (bukan cakep) dan amanah dalam menjalankan tugasnya.

    Tapi kan, susah cari yang memenuhi kriteria itu, mungkin begitu keluhan sebagian dari kita. Memang sih, susah banget mencari calon pemimpin yang memenuhi ketiga kriteria tersebut. Namun sesuai kaidah fiqih, 
    القاعدة العشرون: إذا تعارض ضرران دفع أخفهما
    Idhaa ta’aarodho dhororooni daf’u akhfahuma (Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan).
    Dan dari qaidah ini ada qaidah lain yang berhubungan dengan qaidah ini  yang di katakan oleh jumhur ahli usul yaitu: “dar ul mafasidi muqodamun ‘ala jalbil masholihi” (menolak mudharat lebih di utamakan dari pada mengambil faedah).

    Ini bisa digunakan jika masih ada yang berdalih daripada muslim tapi nggak mampu, mending nonmuslim tapi mampu jadi pemimpin kan. Tentu saja dari segi logika duniawi saja, ini bisa diterima. Namun kan sudah dijelaskan di atas, bahwa memilih pemimpin bukan dari golongan Islam, ancamannya tuh sampe akhirat Guys . . . Masih mau menerima risiko bonyok dunia akhirat? Kalo aku sih, no . . .

    Intinya pinter-pinternya kita sebagai calon pemilih sih, dalam mencari informasi mengenai para calon wakil rakyat dan calon presiden nantinya. Pilih sesuai kriteria Islam, agar umat Islam kembali bangkit dan berjaya. Insya Allah jika pimpinannya konsisten dalam keislamannya 9demikian pula dengan rakyatnya), negara makmur, rakyat akur, bukan maalh semakin ancur. Karena Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam, bukan rahmat bagi satu golongan :)

    Hukum Rokok Dalam Islam




    Hukum Rokok Dalam Islam

    Tembakau yang merupakan bahan baku rokok telah dikenal oleh umat Islam pada akhir abad ke-10 Hijriyah, yang dibawa oleh 

    para pedagang Spanyol. Semenjak itulah kaum muslimin mulai mengenal rokok. Sebagian kalangan berpendapat bahwa merokok 

    hukumnya boleh.

    Mereka berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat dalil yang melarangnya, berdasarkan firman Allah:

    هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
    “Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 29).

    Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau 

    yang digunakan untuk bahan baku rokok.

    Sanggahan:

    Berdalil dengan ayat ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-

    hal yang merusak dan membahayakan tubuh.

    Sementara rokok mengandung ribuan racun yang secara kedokteran telah terbukti merusak dan membahayakan kesehatan. Bahkan 

    membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:

    وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
    “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29).

    Lebih dari itu, mengapa tidak ada dalil khusus yang melarang rokok?

    Karena rokok baru ada 500 tahun yang lalu, dan tidak dikenal di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para 

    sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, maupun ulama penulis hadis setelahnya. Bagaimana mungkin akan dicari dalil khusus yang 

    melarang rokok?

    Sebagian kalangan yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak 

    sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap. Sebagaimana 

    ditunjukkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    من أكل البصل والثوم والكراث فلا يقربن مسجدنا، فإن الملائكة تتأذى مما يتأذى منه بنو آدم
    “Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, 

    karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap).” (HR. Muslim).

    Sanggahan:

    Analogi ini sangat tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap. Lebih dari itu 

    menyebabkan berbagai penyakit berbahaya diantaranya kanker paru-paru. Mengingat keterbatasan ulama masa silam dalam 

    memahami dampak kesehatan ketika morokok, mereka hanya melihat bagian luar yang nampak saja. Itulah bau rokok dan bau mulut 

    perokok. Jelas ini adalah tinjauan yang sangat terbatas.

    Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya haram, pendapat ini ditegaskan oleh Qalyubi (Ulama Mazhab 

    Syafi’i, wafat: 1069 H). Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh al-Mahalli (jilid I, Hal. 69), beliau mengatakan: “Ganja 

    dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi, oleh karena itu para ulama kami 

    berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit 

    berbahaya”.

    Ibnu Allan (ulama Madzhab Syafi’i, wafat: 1057H), as-Sanhury (Mufti Mazhab Maliki di Mesir, wafat 1015 H), al-Buhuty (Ulama 

    Mazhab Hanbali, wafat: 1051 H), as-Surunbulaly (Ulama Madzhab Hanafi, wafat: 1069 H) juga menfatwakan haram hukumnya 

    merokok.

    Merokok juga pernah dilarang oleh penguasa khilafah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan 

    sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan.

    Para ulama menegaskan haramnya merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu, yang menyatakan bahwa rokok sangat 

    berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang 

    menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

    Padahal Allah telah mengharamkan seseorang untuk membinasakan dirinya melalui firman-Nya:

    وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
    “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195).

    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

    لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
    “Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan.” (HR. Ibnu Majah. 

    Hadis ini di shahihkan oleh Albani).

    Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan dunia kedokteran di masa lampau bahwa merokok menyebabkan 

    berbagai jenis penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, juga 

    merusak sistem reproduksi, pendeknya merokok merusak seluruh sistem tubuh.

    Oleh karena itu, seluruh negara menetapkan undang-undang yang mewajibkan dicantumkannya peringatan bahwa merokok dapat 

    mebahayakan kesehatan tubuh pada setiap bungkus rokok.

    Karena itu, sangat tepat fatwa yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga fatwa di dunia Islam, seperti fatwa MUI yang 

    mengharamkan rokok, begitu juga Dewan Fatwa Arab Saudi yang mengharamkan rokok, melalui fatwa nomor: (4947), yang 

    menyatakan, “Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga haram serta memperdagangkannya juga haram, 

    karena rokok menyebabkan bahaya yang begitu besar”.

    Senin, 09 Juni 2014

    Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

    Bulan Sya’ban sebentar lagi kita akhiri. Kini, bulan Ramadhan segera datang menghampiri. Terkait dengan ketiga bulan mulia ini, Rasulullah saw. secara khusus memanjatkan doa ke haribaan Allah SWT:

    «اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِّغْنَا رَمَضَانَ وَ حَصِّلْ مَقَاصِدَنَا»

    Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan pada bulan Sya’ban ini; sampaikanlah diri kami pada bulan Ramadhan; dan tunaikanlah keinginan-keinginan kami (HR Ahmad).

    Ibarat Lautan, Ramadhan menyimpan sejuta mutiara kemuliaan, memendam perbendaharaan segala keagungan dan di dalamnya bersemayam aneka kebesaran. Ramadhan juga merupakan cakrawala curahan karunia Allah SWT karena semua aktivitas hamba yang beriman pada bulan ini dinilai sebagai ibadah. Kecil yang dilakukan tetapi besar pahalanya di sisi Allah. Ringan yang dikerjakan namun berat timbangan di hadapan Allah. Apalagi jika amal yang besar dan berat, tentu akan mampu melesatkan hamba ke derajat kemuliaan dan meraih kenikmatan surga-Nya.

    Datangnya Ramadhan bagi orang Mukmin adalah laksana ‘kekasih’ yang sangat ia rindukan; dengan suka cita ia akan menyiapkan segala sesuatu yang dapat mengantarkan perjumpaan menjadi penuh makna, berkesan dalam dan senantiasa melahirkan harapan-harapan mulia.

    Sebagai  Muslim yang cerdas, kita perlu strategi dalam beramal. Dengan maksud untuk mendapatkan nilai ibadah dan ilmu yang maksimal di bulan Ramadhan. Disini akan diungkap 10 langkah dalam menyambutnya.



    1. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.


    Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.


    2. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan. Bisa jadi diantara kita mendapat peran dalam dakwah misalkan :
    - Buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.
    - Membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.


    3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

    Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

    4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan. Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

    5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]

    6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan. Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.

    7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]

    8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.

    9. 
    Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita. Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.


    10. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)

    semoga bulan ramadhan yang akan datang jauh lebih baik dari bulan sebelumnya. amiin :D